Presiden mengatakan hal itu ketika membuka Forum Koordinasi Aceh-Nias ke-4 (Coordination Forum for Aceh and Nias, CFAN) yang diselenggarakan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias dan diikuti lembaga donor dari berbagai negara, di Jakarta Convention Centre (JCC), Jumat (13/2).
Presiden mengatakan, tanggungjawab kerja rehabilitasi dan rekonstruksi setelah berakhirnya BRR pada 16 April 2009, berada di pundak Pemerintah Daerah atas dukungan supervisi dari departemen terkait. “Lanjutkan proses reintegrasi pascakonflik, bertindak secara adil dan tegakkan tata pemerintahan yang baik. Jangan biarkan ada pihak-pihak yang menggangu rehabilitasi dan rekonstruksi serta menggangu reintegrasi,” pesan Presiden SBY sesaat sebelum mengakhiri sambutannya.
Presiden memuji kerja BRR dalam menangani rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias yang diluluhlantakkan oleh tsunami dan gempa dahsyat pada 26 Desember 2004. Keberhasilan BRR itu diminta tetap dipelihara dengan baik seiring pengalihtugasan kewenangan BRR kepada pemerintah NAD dan Sumatera Utara yang diatur dalam Perpres Badan Kesinambungan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BKRR).
Perihal reintegrasi pasca konflik di Aceh kembali diutarakan Presiden dalam jumpa pers usai shalat Jumat di Masjid Kompleks Istana Kepresidenan, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta. “Saya mengetahui trust building memerlukan waktu. Saya dengar adanya saling curiga meskipun skalanya makin kecil, dan itu biasa terjadi dalam sebuah proses reintegrasi. Tapi sekali lagi, ini juga jangan sampai terganggu,” urai SBY seraya berharap semua pihak berperan memelihara kedamaian Aceh.
“Semua bertanggung jawab. Bertanggung jawab berhentinya konflik bersenjata, bertanggungjawab disepakatinya penghentian konflik, bertanggung jawab proses reintegrasi dan trust building berjalan baik, bertanggungjawab pembangunan Aceh terlaksana dan Aceh makin baik masa depannya, serta bertanggung jawab Aceh tetap dalam bingkai NKRI,” pungkas SBY.
Tak tertandingi
Kepala Badan Pelaksana BRR NAD-Nias, Kuntoro Mangkusubroto melaporkan, bencana tsunami dan gempa di Aceh dan Nias mendorong sejumlah negara secara sukarela menyalurkan dana bantuan mencapai 7,5 miliar dolar AS. Dari jumlah itu sejumlah 6,7 miliar dolar dari 7,5 miliar dolar (93 persen) telah dialokasikan ke Aceh dan Nias.
Kuntoro mengatakan hal itu sebuah capaian konversi janji menjadi komitmen yang tidak pernah tertandingi dalam sejarah penanganan bencana di dunia. Diutarakan, dari jumlah uang yang mengalir ke Aceh telah dibangun berbagai infrastruktur, seperti 134.000 rumah, 3.600 kilometer jalan, 1.400 sekolah dan pelatihan yang menjangkau 40.000 guru, panen raya di Bireuen 15 bulan setelah tsunami dan sebagainya.
Kuntoro mengatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit terhadap laporan keuangan BRR tahun 2007 pada Januari 2009. BPK menjadikan BRR satu-satunya lembaga dengan dana kelola di atas Rp 2 triliun. “Demikian juga Kementerian PAN yang memberikan peringkat pertama laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah selama 2006-2007,” kata Kuntoro, seraya menyebutkan pola penanganan BRR di Aceh menjadi contoh bagi pembangunan di Provinsi Papua.
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf yang memberi sambutan pada konferensi Forum Koordinasi untuk Aceh dan Nias, secara khusus mengungkapkan rasa terima kasih, penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Presiden Indonesia yang telah membuat dua keputusan penting yang telah mengubah hidup kita.
“Pertama, keputusan Presiden untuk menciptakan perdamaian jangka panjang di Aceh yang telah berhasil menghentikan konflik berkepanjangan yang hampir menghancurkan Aceh selama hampir tiga dekade. Kedua, keputusan untuk membentuk BRR yang telah memungkinkan pembangunan ulang Aceh setelah bencana yang mengerikan di bulan Desember 2004, serta memilih Kuntoro Mangkusubroto sebagai kepala BRR,” urainya.
Disebutkan, hasil dari rehabilitasi dan rekonstruksi, juga perdamaian yang telah tercapai, membuat kita siap untuk maju melangkah ke perjalanan selanjutnya dan Aceh akan dan harus melanjutkan perjalanannya, memerangi memerangi kemiskinan dan pengangguran, mempertahankan kedamaian, meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan, meningkatkan infrastruktur umum. “Suatu perjalanan yang terus berubah dan meningkatkan taraf hidup masyarakat dan menjadikan Aceh sebagai tempat yang lebih baik untuk tinggal,” katanya.(fik/ade)
14 Februari 2009
Presiden: Pelihara Suasana Damai di Aceh
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar