24 Februari 2009
Presiden: Damai Aceh dalam NKRI Sudah Final
BANDA ACEH - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menegaskan bahwa pilihan damai dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk mengakhiri konflik di Aceh, merupakan pilihan bersama, dikehendaki oleh saudara-saudara sebangsa di Aceh, dan didukung oleh dunia internasional. Kepala Negara juga menyatakan, damai dengan otonomi yang luas bagi Aceh dalam kerangka NKRI adalah satu paket dan sudah final. Oleh karena itu, tidak boleh ada yang mengganggu pilihan tersebut. “Mari kita selamatkan dan lanjutkan pembangunannya untuk kesejahteraan rakyat Aceh dan bangsa Indonesia,” tegas Presiden SBY di Lapangan Blangpadang Banda Aceh, Senin (23/2) dalam acara peresmian 13 proyek Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias maupun yang didanai APBN dan negara donor pascatsunami.
Presiden mengingatkan, tidak boleh ada yang ke luar dari konsep “damai dengan otonomi yang luas bagi Aceh dalam kerangka NKRI” itu. Oleh karenanya, hentikan cara pandang yang lalu. “Dengan proses damai yang kita syukuri, berarti kita semua tidak ingin terjadi lagi peristiwa seperti pada masa konflik, di mana korban banyak berjatuhan setiap hari dari kedua belah pihak dan masyarakat,” ujarnya.
Lebih lanjut Presiden mengajak semua pihak di Aceh menghentikan cara berpikir yang lalu dan memasuki lembaran kehidupan yang baru. “Tidak ada lagi istilah daerah operasi militer (DOM) dan istilah Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Kita lewatkan semuanya, mari bersatu sebagai masyarakat Indonesia,” ajak Presiden SBY.
Ia ingatkan masyarakat Indonesia, khususnya Aceh, agar tidak berpikir mundur. Kalau berpikir mundur, berarti merugi. “Bukan itu yang kita pilih dan bukan itu jalan yang diridai Allah. Hilangkan kepentingan-kepentingan pribadi, hilangkan pikiran-pikiran lain, kecuali menyelamatkan proses perdamaian untuk semua masyarakat Aceh dan Indonesia,” imbuhnya.
Presiden juga mengatakan setuju dan mendukung apa yang telah disampaikan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf sebelumnya bahwa proses damai ini perlu diselamatkan dan jangan sampai belok ke sana-kemari, dan jangan ada gangguan apa pun.
“Ya, alhamdulillah, kita telah menghentikan konflik berdarah yang telah lama berlangsung di negeri kita pada waktu lalu. Apabila kita bersama-sama melanjutkan terus proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pascatsunami dan melanjutkan terus pembangunan, termasuk reintegrasi pascakonflik, maka masa depan Aceh dengan rida Allah akan makin cerah dan gemilang. Ini tugas dan tanggung jawab kita semua,” ujar Presiden SBY yang banyak bicara tanpa teks.
Presiden juga mengingatkan bahwa konsensus RI dan GAM adalah mengakhiri konflik secara permanen. “Untuk itu, mari kita bangun Aceh menuju masa depan dalam keutuhan NKRI. Saya akan bermalam di Banda Aceh dan besok akan kembali ke Jakarta. Selama di tempat ini saya akan bertemu dengan pimpinan pemerintah di Aceh, bertemu dengan tokoh masyarakat, dan ulama,” ujarnya.
Kepala Negara setuju dengan Gubernur Irwandi Yusuf dan mengajak semua pihak untuk terus mendukung proses reintegrasi. “Dengan harapan dan ajakan itu, saya punya keyakinan tinggi dapat terus melanjutkan proses rehabilitasi dan rekonstruksi serta reintegrasi di Aceh,” tukas Presiden.
Tentang pemilu
Menyangkut Pemilu 2009 yang sudah di ambang pintu, Presiden mengatakan pemilu adalah proses yang terbuka, kegiatan demokrasi, yang bersamaan dengan itu akan ada aturan kegiatan bagaimana melakukan pemantauan, baik yang dilakukan lembaga-lembaga yang dibentuk untuk itu, ataupun oleh organisasi lain, baik dari dalam negeri maupun internasional.
Aturan yang berlaku di tingkat nasional, kata Presiden, tentulah tidak ada pengecualian bagi Aceh. Apa yang berlaku di tingkat nasional, tentunya juga berlaku untuk Aceh.
Presiden juga mengimbau semua pihak menyukseskan pemilu tahun ini dengan jujur, adil, aman, tertib, damai, dan lancar. Jangan ada paksaan, biarkan orang seorang menggunakan haknya untuk menyalurkan pilihannya dengan baik. Tidak boleh ada intimidasi, tekanan, dan sejenisnya. “Kita sudah memiliki sistem yang jelas, Undang-Undang Dasar, sejumlah peraturan pemilu, qanun, maka jalankan aturan itu sebaik-baiknya,” tukas Presiden.
Soal visa
Menanggapi permintaan Gubernur Aceh mengenai visa on arrival (VOA), Presiden menyetujuinya dan meminta Menlu melalui Menteri Sekretaris Kabinet agar visa on arrival bisa diberikan dan itu berlaku bagi suluruh wilayah Indonesia agar wisatawan bisa datang lebih cepat dan lebih murah. “Tidak perlu dipersulit sesuatu yang bisa dengan mudah kita jalankan,” Presiden mengingatkan.
Mengenai rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pascagempa dan tsunami, Presiden berharap infrastruktur yang dibangun BRR, maupun hasil kerja sama dengan badan-badan internasional dan pihak-pihak dalam negeri, termasuk proyek yang dibangun Pemerintah RI, haruslah dipelihara dan digunakan dengan baik. “Jadikan semua itu sebagai sarana untuk menggerakkan perekonomian rakyat, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.”
Presiden mengingatkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk membangun semua itu sangatlah besar, mencapai Rp 22 triliun yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia. “Ditambah triliunan lagi bantuan dari bangsa-bangsa di dunia, dari masyarakat internasional, dari sahabat-sahabat kita,” ujar Presiden.
Dalam acara peresmian proyek rehab rekon maupun yang didanai APBN itu, Presiden SBY juga menyerahkan bantuan Program PNPM senilai Rp 222,8 miliar kepada Gubernur Irwandi Yusuf untuk diteruskan kepada kepala desa. Presiden berharap kepala desa, dengan supervisi para bupati dan walikota, dapat menggunakan dana ratusan miliar rupiah itu dengan sebaik-baiknya, tepat sasaran, dan jangan ada pemborosan, jangan ada yang menyimpang. “Dengan demikian, semuanya akan dinikmati oleh rakyat kita, oleh masyarakat Aceh.”
13 Proyek
Sebagaimana diberitakan kemarin, Presiden SBY berada di Aceh selama dua hari untuk meresmikan 13 proyek dengan total nilai Rp 715, 3 miliar dan bertemu dengan tokoh masyarakat maupun tokoh agama di Aceh.
Proyek yang diresmikan itu, antara lain, Taman Internasional Aceh Thanks to the World senilai Rp 2,4 miliar, Museum Tsunami Aceh Rp 67,9 miliar, Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue Rp 74,2 miliar, Politeknik Aceh Rp 160 miliar, Bendungan Keuliling Rp 270,3 miliar, dan Kapal Motor Penyeberangan BRR Rp 26,4 miliar.
Terkait proyek-proyek yang akan menjadi aset Pemerintah Aceh itu, Presiden mengharapkan masyarakat menggunakan bantuan tersebut sebaik-baiknya dan menjadikannya sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Menurut Kepala Negara, peresmian proyek-proyek tersebut merupakan ekspresi rasa syukur kepada Allah dan tentunya untuk membulatkan tekad kita menjaga, mengamankan, dan menyelamatkan proses perdamaian.
Tak lupa Presiden menyatakan terima kasih yang tulus, atas nama negara, atas nama pemerintah, dan selaku pribadi, kepada seluruh pejuang BRR, kepada seluruh pejuang kemanusiaan, dan seluruh masyarakat dunia yang telah membantu masyarakat Aceh dan Nias untuk membangun hari esoknya yang lebih baik pascagempa dan tsunami.
Di akhir sambutannya, Presiden mengajak masyarakat Aceh melanjutkan pembangunan menuju Aceh yang lebih adil, aman, demokratis, bermartabat, dan sejahtera dalam kebersamaannya dengan bangsa Indonesia dalam bingkai NKRI. (her)
Sumber: http://www.serambinews.com/
Ahtisaari: Jaga Keamanan Aceh
Jakarta, Kompas - Menghadapi situasi menghangatnya suhu politik menjelang pemilihan umum mendatang, Ketua Crisis Management Initiative dan peraih Nobel Perdamaian 2008 Martti Ahtisaari mengajak semua pihak di Aceh untuk menjaga situasi Aceh agar tetap tenang.
Ajakan itu disampaikan Martti Ahtisaari seusai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wapres, Jakarta, Senin (23/2). Ia adalah salah satu tokoh munculnya nota kesepahaman yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia, antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.
Ahtisaari menyampaikan hal itu setelah membaca pernyataan tokoh-tokoh Partai Aceh yang sebelumnya memberikan pernyataan di Aceh.
”Sangat jelas pernyataannya. Tidak ada mekanisme merdeka ataupun referendum dalam nota kesepahaman,” ujar Ahtisaari sambil menunjukkan pernyataan Partai Aceh yang telah dialihbahasakan itu.
Sebelum bertemu dengan Wapres, Ahtisaari bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum berangkat ke Aceh di Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Dengan Presiden, Ahtisaari bertukar pandangan tentang banyak hal, terutama Aceh. Ahtisaari akan ke Aceh pada Selasa sore ini untuk kunjungan dua hari sebelum kembali ke Finlandia.
Komitmen NKRI
Dalam pernyataan tertulis yang ditandatangani Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Aceh Muzakkir Manaf dan Sekretaris Jenderal Muhammad Yahya, Partai Aceh menyebut tidak ada mekanisme merdeka atau referendum dalam nota kesepahaman. Partai Aceh menegaskan tetap memegang teguh komitmen dalam nota kesepahaman.
”Kami mengajak semua pihak menjaga perdamaian ini dan sama-sama berusaha untuk menciptakan kondisi yang sejuk, aman, dan damai. Semoga pemilu legislatif dapat berjalan lancar, adil, dan demokratis demi membangun kesejahteraan dan ekonomi Aceh ke depan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujar Muzakkir.
Muzakkir dan Muhammad menegaskan, visi Partai Aceh adalah membangun citra positif berkehidupan politik dalam bingkai NKRI serta melaksanakan mekanisme partai sesuai dengan aturan NKRI dengan menjunjung tinggi nota kesepahaman.
Pernyataan tertulis ini yang dijadikan Ahtisaari sebagai rujukan dalam pernyataannya. Setelah menerima Ahtisaari, Wapres menerima sejumlah pengurus Partai Aceh, antara lain Muzakkir, Muhammad, Malik Mahmud, Zaini Abdullah, dan Zakaria Zaman.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Agustadi Sasongko Purnomo, kemarin di Jakarta, menyatakan, walau kondisi di Aceh masih kondusif, institusi TNI, terutama Angkatan Darat, akan selalu menanggapi serius penanganan masalah keamanan di kawasan tersebut. (DWA/INU)
Sumber: http://cetak.kompas.com/
Jelang Pemilu, NAD Rawan Konflik
"Suhu politik di Propinsi NAD diperkirakan akan terus menghangat seiring dengan proses penyelenggaraan pemilu 2009," kata Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR RI bersama Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/2).
Peningkatan ini dikhawatirkan menimbulkan konflik di wilayah itu. Kondisi itu, ucap Djoko, dapat muncul karena adanya konflik di internal parpol, antarparpol, serta antara parpol dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Secara langsung atau tidak langsung akan dapat mengganggu stabilitas keamanan di NAD," ujar Djoko.
Djoko juga menegaskan akan adanya beberapa ancaman pemilu secara nasional. Mulai dari peningkatan angka kriminalitas sampai dengan ancaman teroris. "Prediksi potensi ancaman keamanan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden adalah aksi teroris, konflik horizontal, sabotase, aksi radikal, kerusuhan massal, dan separatisme," katanya.
Selain ancaman-ancaman itu, TNI juga mendeteksi akan adanya kenaikan jumlah kriminalitas menjelang pemilu. "Diprediksi secara nasional akan terjadi peningkatan angka kriminalitas yang dapat mengganggu kegiatan tahapan pemilu 2009," ujar Djoko.
Kendati demikian, Djoko menjamin situasi keamanan menjelang agenda akbar Pemilu 2009 di seluruh daerah di Indonesia dipastikan aman dan terkendali.
Hal senada disampaikan oleh Menhan. "Saya percaya kepada Panglima TNI untuk bisa menjaga stabilitas di Aceh," ucapnya. Itu juga, kata Juwono, merupakan bagian dari komitmen TNI untuk mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (*/OL-06)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com/
Seudati Salah Satu Tarian Khas Aceh
(Photo: Serambi/Hilmi Hasballah)
Presiden Ajak Masyarakat Aceh Jaga Perdamaian
"Semua komponen, tokoh masyarakat, abu-abu (ulama) hendaknya turut serta menjaga perdamaian yang telah dirasakan warga Aceh," kata Kepala Negara pada pertemuan dengan para pimpinan pemerintahan, tokoh masyarakat, ulama serta para bupati/wali kota di Banda Aceh, Selasa (24/2).
Pemerintah daerah juga diharapkan menjaga proses penyelesaian konflik Aceh secara adil, bermartabat dan permanen sehingga pembangunan dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan serta kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan. "Saudara-saudara kita di Aceh memerlukan waktu untuk berintegrasi, hidup bersama dan bersatu membangun Aceh ke arah yang lebih baik," kata Presiden.
Menurut Yudhoyono, pascapenandatanganan kesepakatan perdamaian 15 Agustus 2005 di Helsinki , maka Aceh memiliki perbedaan dengan daerah-daerah lain di seluruh Indonesia. "Aceh saat ini adalah Aceh yang memiliki status otanomi khusus (otsus) yang berbeda dengan tatanan sebelumnya. Tatanan-tatanan itu telah diatur dengan undang-undang," kata Kepala Negara.
Untuk itu, Presiden mengajak seluruh komponen masyarakat di Aceh untuk ikut menjaga proses perdamaian, memahami dan menaati seluruh kandungan dan substansi dari aturan-aturan yang telah disepakati tersebut. (Ant/OL-02)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com/
14 Februari 2009
Presiden: Pelihara Suasana Damai di Aceh
Presiden mengatakan hal itu ketika membuka Forum Koordinasi Aceh-Nias ke-4 (Coordination Forum for Aceh and Nias, CFAN) yang diselenggarakan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias dan diikuti lembaga donor dari berbagai negara, di Jakarta Convention Centre (JCC), Jumat (13/2).
Presiden mengatakan, tanggungjawab kerja rehabilitasi dan rekonstruksi setelah berakhirnya BRR pada 16 April 2009, berada di pundak Pemerintah Daerah atas dukungan supervisi dari departemen terkait. “Lanjutkan proses reintegrasi pascakonflik, bertindak secara adil dan tegakkan tata pemerintahan yang baik. Jangan biarkan ada pihak-pihak yang menggangu rehabilitasi dan rekonstruksi serta menggangu reintegrasi,” pesan Presiden SBY sesaat sebelum mengakhiri sambutannya.
Presiden memuji kerja BRR dalam menangani rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias yang diluluhlantakkan oleh tsunami dan gempa dahsyat pada 26 Desember 2004. Keberhasilan BRR itu diminta tetap dipelihara dengan baik seiring pengalihtugasan kewenangan BRR kepada pemerintah NAD dan Sumatera Utara yang diatur dalam Perpres Badan Kesinambungan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BKRR).
Perihal reintegrasi pasca konflik di Aceh kembali diutarakan Presiden dalam jumpa pers usai shalat Jumat di Masjid Kompleks Istana Kepresidenan, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta. “Saya mengetahui trust building memerlukan waktu. Saya dengar adanya saling curiga meskipun skalanya makin kecil, dan itu biasa terjadi dalam sebuah proses reintegrasi. Tapi sekali lagi, ini juga jangan sampai terganggu,” urai SBY seraya berharap semua pihak berperan memelihara kedamaian Aceh.
“Semua bertanggung jawab. Bertanggung jawab berhentinya konflik bersenjata, bertanggungjawab disepakatinya penghentian konflik, bertanggung jawab proses reintegrasi dan trust building berjalan baik, bertanggungjawab pembangunan Aceh terlaksana dan Aceh makin baik masa depannya, serta bertanggung jawab Aceh tetap dalam bingkai NKRI,” pungkas SBY.
Tak tertandingi
Kepala Badan Pelaksana BRR NAD-Nias, Kuntoro Mangkusubroto melaporkan, bencana tsunami dan gempa di Aceh dan Nias mendorong sejumlah negara secara sukarela menyalurkan dana bantuan mencapai 7,5 miliar dolar AS. Dari jumlah itu sejumlah 6,7 miliar dolar dari 7,5 miliar dolar (93 persen) telah dialokasikan ke Aceh dan Nias.
Kuntoro mengatakan hal itu sebuah capaian konversi janji menjadi komitmen yang tidak pernah tertandingi dalam sejarah penanganan bencana di dunia. Diutarakan, dari jumlah uang yang mengalir ke Aceh telah dibangun berbagai infrastruktur, seperti 134.000 rumah, 3.600 kilometer jalan, 1.400 sekolah dan pelatihan yang menjangkau 40.000 guru, panen raya di Bireuen 15 bulan setelah tsunami dan sebagainya.
Kuntoro mengatakan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit terhadap laporan keuangan BRR tahun 2007 pada Januari 2009. BPK menjadikan BRR satu-satunya lembaga dengan dana kelola di atas Rp 2 triliun. “Demikian juga Kementerian PAN yang memberikan peringkat pertama laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah selama 2006-2007,” kata Kuntoro, seraya menyebutkan pola penanganan BRR di Aceh menjadi contoh bagi pembangunan di Provinsi Papua.
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf yang memberi sambutan pada konferensi Forum Koordinasi untuk Aceh dan Nias, secara khusus mengungkapkan rasa terima kasih, penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada Presiden Indonesia yang telah membuat dua keputusan penting yang telah mengubah hidup kita.
“Pertama, keputusan Presiden untuk menciptakan perdamaian jangka panjang di Aceh yang telah berhasil menghentikan konflik berkepanjangan yang hampir menghancurkan Aceh selama hampir tiga dekade. Kedua, keputusan untuk membentuk BRR yang telah memungkinkan pembangunan ulang Aceh setelah bencana yang mengerikan di bulan Desember 2004, serta memilih Kuntoro Mangkusubroto sebagai kepala BRR,” urainya.
Disebutkan, hasil dari rehabilitasi dan rekonstruksi, juga perdamaian yang telah tercapai, membuat kita siap untuk maju melangkah ke perjalanan selanjutnya dan Aceh akan dan harus melanjutkan perjalanannya, memerangi memerangi kemiskinan dan pengangguran, mempertahankan kedamaian, meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan, meningkatkan infrastruktur umum. “Suatu perjalanan yang terus berubah dan meningkatkan taraf hidup masyarakat dan menjadikan Aceh sebagai tempat yang lebih baik untuk tinggal,” katanya.(fik/ade)
08 Februari 2009
BRR jangan Tinggalkan Persoalan Besar
BRR NAD-Nias, menurut Kuntoro telah menuntaskan 95 persen pekerjaan rehab rekon Aceh pascatsunami. Sisanya, 5 persen lagi akan dilanjutkan oleh Pemerintah Aceh.
Kuntoro memaparkan panjang lebar mengenai keberhasilan BRR melakukan kerja rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh sejak 2005. “Sampai sekarang rumah yang sudah kita bangun 127.000 unit. Ini sesuai dengan masterplant,” ujarnya.
Kuntoro mengakui masih ada 850 kepala keluarga (KK) lagi korban tsunami yang belum memperoleh rumah. “Insya Allah mereka akan segera memperoleh rumah. Saat ini sedang dalam proses pembangunan,” ujarnya, yakin.
BRR sejak didirikan mengelola dana hampir Rp 70 triliun. Sebagian besar dana berasal dari bantuan luar negeri. Sedangkan dalam negeri hanya menyediakan 1/3. Selebihnya, 2/3 berasal dari luar negeri. Terdapat 600 lembaga asing yang terlibat dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh-Nias.
Presiden Susilo, Bambang Yudhoyono, menurut Kuntoro, pertengahan Februari 2009 akan meresmikan sejumlah proyek yang dikerjakan BRR, seperti pelabuhan Ulee Lheue, Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM), Museum Tsunami, Taman Iskandar Muda Blang Padang, Waduk Keliling, dan lain-lain.
Saat ini BRR tidak mengerjakan proyek apapun lagi selain membuat laporan dan melanjutkan sisa pekerjaan sebelumnya. “BRR tak pegang proyek lagi. Semua sudah diserahkan kepada Pemda Aceh,” ujar Kuntoro.
Jangan yang besar dan serius
Wakil Gubernur Aceh juga mengakui keberhasilan kerja rehabilitasi dan rekonstruksi oleh BRR pascatsunami. “Soal kekurangan saya kira itu ada dan lumrah saja. Terlebih Aceh juga baru pulih dari konflik,” ujar Muhammad Nazar.
Nazar menyatakan Pemerintah Aceh siap melanjutkan pekerjaan lanjutan pasca-dibubarakannya BRR pada April 2009 mendatang. Hanya saja ia mengharapkan jangan sampai BRR meninggalkan “persoalan besar dan serius”. “Kalau yang ditinggalkan persoalan-persoalan kecil kita siap tangani,” ujar Muhammad Nazar.
Disebutkan sisa pekerjaan BRR yang menjadi kewenangan Pemerintah Aceh akan dilanjutkan melalui satker-satker yang sudah dibentuk. Sedangkan pekerjaan lainnya dilakukan oleh departemen/lembaga terkait.
Soal tuntutan korban tsunami Aceh Barat yang belum memperoleh rumah, menurut Wagub Aceh, sudah mengkomunikasikannya kepada Bappenas untuk ditindaklanjuti.
APBA Rp 9,7 T
Pada sempatan itu, Wagub Muhammad Nazar juga menjelaskan Anggaran Pembangunan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2009 sebesar Rp 9,7 triliun. Ini belum termasuk Dana Otonomi Khusus (Otsus) Rp 3,7 triliun dan dana kelanjutan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Pemerintah Aceh mengalokasikan sebagian besar dana tersebut untuk pembangunan infrastruktur, Rp 3 trilun, dana pendidikan Rp 2,2 triliun, dan selebihnya untuk pembangunan bidang perekonomian rakyat, kesehatan masyarakat, agama, dan kebudayaan.
Khusus untuk dana pendidikan, dengan bangga Nazar mengatakan sebagai yang tertinggi seluruh Indonesia. Ia juga optimis penyerapan anggaran akan lebih baik dibanding tahun sebelumnya. “Kita bahkan sudah siap mengagendakan membahas APBA Perubahan pada bulan Mei mendatang,” ujar Nazar.
Berulangkali ia mengatakan bahwa membangun Aceh tidak mudah, karena daerah itu baru saja pulih dari konflik berkepanjangan dan bencana tsunami. Ia mencontohkan penyediaan tanah, sangat tidak mudah. “Seringkali, anggaran pembangunan gedungnya sudah kita siapkan, ternyata tanahnya belum ada, ini antara lain yang menyulitkan,” demikian Muhammad Nazar.(fik)
Aparat Hukum jangan Ragu Bertindak
Terkait Aksi Kekerasan di Aceh
JAKARTA - Wagub Aceh, Muhammad Nazar menyesalkan berbagai peristiwa kekerasan yang melanda Aceh akhir-akhir ini dan mengharapkan aparat penegak hukum tidak ragu menindak seluruh pelaku kekerasan. “Itu adalah peristiwa kriminal. Penanggungjawabnya pihak kepolisian. Selama ini kita selalu berkoordinasi untuk menyelesaikan berbagai persoalan,” ujar Nazar seusai memberikan sambutan pada Rapat Kerja (Raker) I Taman Iskandar Muda, di Jakarta, Sabtu (5/2). Menurut Nazar, setiap persoalan kriminal itu ditangani aparat penegak hukum. Pemerintah Aceh selalu membantu penyelesaian berbagai kejadian tindak kekerasan. “Karena itu wilayah aparat hukum, tentu saja kita harapkan persoalan itu bisa diusut tuntas dan pelakunya dihukum,” ujar Nazar.
Menjelang Pemilu 2009, Muhammad Nazar juga mengharapkan aparat penegak hukum meningkatkan pengawasannya. Dengan begitu, pesta demokrasi di Aceh akan berlangsung aman dan damai.
Terhadap kemungkinan perlu tidaknya diundang pemantau asing di Aceh, Nazar mengatakan hal itu adalah salah satu solusi yang baik. Ia menyebut contoh pelaksanaan Pilkada Aceh yang juga dipantau oleh tim internasional, ternyata berjalan dengan baik dan tenang. “Saya kira tidak ada salahnya apabila Pemerintan mengundang tim pemantau asing seperti dulu,” katanya.
Ketua Umum Pengurus Pusat Taman Iskandar Muda (PP TIM), Teuku Safli Didoh juga menyesalkan tindak kekerasan yang melanda Aceh akhir-akhir ini. Senada dengan Wagub Aceh, Teuku Safli mengharapkan aparat keamanan mengungkap dan menangkap pelaku tindak kekerasan. “Kita tidak mau di Aceh ada konflik lagi. Masyarakat sudah sangat menderita dan trauma. Karena itu persoalan kriminal di Aceh agar segera dituntaskan,” imbau Safli Didoh.
Safli mengharapkan proses pemilu di Aceh dapat berjalan lancar. Masyarakat diminta menjaga dan tidak sampai terpancing. Safli juga menyayangkan meninggalnya dua anggota KPA dalam kejadian tindak kekerasan beberapa hari lalu.
Sesepuh masyarakat Aceh, Bustanil Arifin yang dimintai tanggapannya mengharapkan agar masyarakat tidak terprovokasi akibat berbagai peristiwa tindak kekerasan yang terjadi di Aceh. Menurutnya, kalau konflik pecah lagi akan sulit didamaikan.
Aceh Perantauan
Wagub Muhammad Nazar juga mengharapkan peran masyarakat Aceh perantuan untuk membantu menyukseskan program pembangunan yang dicangkan Pemerintah Aceh, termasuk dalam bidang keamanan dan ketertiban.
Ia mengaku peran itu sangat besar artinya bagi Aceh. “Pemerintah Aceh tidak mampu bekerja sendirian untuk membangun Aceh. Kita membutuhkan peran-peran masyarakat baik yang ada di Aceh maupun di perantauan,” ujar Nazar yang menjanjikan membantu pembangunan Wisma Taman Iskandar Muda di bekas Asrama Perahu Jakarta.(fik)
04 Februari 2009
BERAKHIRNYA MANDAT BRR DAN KEBERLANJUTAN PEMBANGUNAN ACEH YANG BERMARTABAT
Oleh: Yunidar Z.A.,S.Ag.,M.Si[1]
Periode-periode krusial bagi masyarakat Aceh satu demi satu telah terlewati tanpa hambatan berarti. Setelah melewati masa sulit dalam pemulihan dari bencana Tsunami dengan pola pendekatan sentralistik dalam wadah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), masyarakat Aceh memasuki masa pembentukan kembali tata pemerintahan pasca Kesepakatan Perdamaian Helsinki, dan suksesnya Pilkada di seluruh Aceh.
Setelah terbentuk pemerintahan baru, dan dilantiknya Gubernur Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar sebagai Wakil Gubernur NAD, bukan berarti masalah tata pemerintahan sudah stabil. Sederet kebijakan mendesak perlu dilakukan oleh semua pelaku tata pemerintahan baik dari ranah pemerintah, masyarakat sipil dan bisnis-swasta. Upaya-upaya tersebut akan mencapai hasil optimal jika dilaksanakan secara terkoordinasi melalui suatu jaringan kerja kebijakan.
Berdasarkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 2 Tahun 2005, jo. Undang-undang (UU) No. 10 Tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, BRR diberikan mandat untuk melaksanakan tugas rehabilitasi dan rekonstruksi di wilayah NAD dan Kepulauan Nias selama empat tahun yaitu pada bulan April 2009. Setelah berakhirnya masa tugas BRR dalam manjalankan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi maka tugas selanjutnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Beberapa kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana wilayah yang meliputi: (1) menyelesaikan infrastruktur jalan, jembatan dan infrastruktur lainnya; (2) menyelesaikan pembangunan perekonomian di tingkat masyarakat; (3) menyelesaikan kegiatan pelayanan sosial kemasayarakatan seperti dalam bidang pendidikan, kesehatan dan peningkatan peran perempuan dalam pembangunan; serta (4) mempersiapkan langkah-langkah menuju berakhirnya masa tugas dan mandat BRR NAD-Nias pada bulan April 2009 mendatang.
Rencana Induk merupakan rujukan dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi. Namun dalam proses pelaksanaan terjadi berbagai dinamika di lapangan sehingga dipandang perlu dilakukan perubahan. Dasar perlunya perubahan Rencana Induk adalah hasil rekomendasi dari Evaluasi Paruh Waktu Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias 2005-2007 pada bulan Juni-Juli 2007 dan Review BPKP terhadap Evaluasi Paruh Waktu dan Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias 2007-2009. Pemerintah menindaklanjuti rekomendasi tersebut dengan melaksanakan rapat tripartite BRR NAD-Nias dan rapat koordinasi lainnya dengan melibatkan Bappenas, BRR NAD-Nias, Kementerian/Lembaga terkait, Sekretariat Kabinet, BPKP dan konsultasi dengan Pemerintah Daerah untuk menyelesaikan penyusunan Rancangan Perpres Perubahan Rencana Induk tersebut.
Terkait dengan penugasan Menneg PPN/Bappenas dalam konteks tersebut, sesuai dengan Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, maka Menneg PPN/Bappenas ditugaskan untuk melakukan pemantauan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD dan Nias. Sejalan dengan tugas dan tanggung-jawab Kementerian PPN/BAPPENAS untuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi.
Sesuai dengan Perpres Nomor 38 tahun 2008 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2009 dan Undang-Undang APBN tahun 2009, bahwa kelanjutan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pada tahun 2009 akan dilaksanakan oleh 6 (enam) kementerian/lembaga terkait di tingkat Pusat, yaitu Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Agama, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN), dengan alokasi pendanaan secara keseluruhan sebesar Rp1,78 triliun. Sedangkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara, telah dialokasikan dana sebesar Rp1,663 triliun melalui bagian anggaran 69 di tahun 2009, masing-masing sebesar Rp1,386 triliun untuk Provinsi NAD dan Rp277,45 miliar untuk Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan di Provinsi Sumatera Utara. Sementara khususnya kepada BRR NAD-Nias, masih dialokasikan dana sebesar Rp222 miliar di tahun 2009 melalui bagian anggaran 69, dalam rangka penuntasan tanggung jawab administratif menjelang pengakhiran mandat dan tanggungjawabnya, serta alokasi dana sebesar Rp415 miliar dalam rangka penuntasan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi yang belum diselesaikan hingga akhir tahun 2008.
Selanjutnya mulai tahun 2009 mendatang, kegiatan kesinambungan rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilaksanakan oleh Kemerintan/Lembaga sebagian besar bersumber dari MDF. Pemanfaatan dana MDF untuk kegiatan yang sedang diproses (pipeline fund) sebesar USD 89 Juta, yang dialokasikan ke Kementerian/Lembaga, pada dasarnya telah dalam proses untuk dilaksanakan pada tahun 2009 dan menggunakan prosedur nn-budgeting melalui APBN 2009. Alokasi pendanaan tersebut telah dimuat dalam RKP 2009. yang akan dilaksanakan oleh; Departemen PU dan Departemen Perhubungan untuk kegiatan proyek IRFF (Infrastructure Reconstruction Financing Facility) dan IREP (Infrastructure Reconstruction Enabling Program); Kementerian PDT untuk proyek Aceh-EDFF (Economic Development Financing Facility) dan Nias-LEDP (Livelihoods and Economic Development Program) serta SPADA (Support for Poor and Disadvantaged Areas); Departemen Dalam Negeri untuk proyek Nias-KRRP (Kecamatan Based- Rehabilitation and Reconstruction Planning Project); Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk proyek RALAS (Reconstruction of Aceh Land Administration System Project).
Semoga saja semua kegiatan pembangunan yang akan dilanjutkan pada masa yang akan datang dapat dilibatkan public secara luas (Stake holder) sebagai pemilik pembangunan termasuk masyarakat Aceh yang ada di luar daerah Aceh.